Selasa, 10 Mei 2011
Senin, 02 Mei 2011
Catatan Harian Si Markum
Bila angin pagi berubah arah, kukirimkan keringat darahku dalam gelas rindu berlumut, ke hamparan biru pelupukmu
yang membunuhku sekian waktu, hingga nyaris hati jadi serpihan batu. Karena
buatku kaulah genangan darah dengan hati sepanas bara...-HS
Berkaca pada ombak, tanpa buihnya tanpa pasirnya...atau laut tak punya tepi, sedang cermin ini telah lama retak, tapi cinta tak harus sampai disini, atau kesendirianku kubawa mati.-HS.( : "Apalah itu...")
Di ujung waktuku tak kutemui senjaku,biar cakrawala pudar, dan bianglala melengkung bagai pusar.
Tak nyenyakkah, atau sekedar resah...menunggu malam atau menyongsong pagi tanpa mimpi.
Bersandar pada badai, aku bergelak pada pantai.
Melayang bersama bulu merpati, aku menari pada sunyi. Berteriak tanpa
suara, aku berdiri pada matahari. Bilakah jiwa merindu, sedang hidup
seperti labirin waktu. -HS
Bertabuh rancak gemulai pesisir, berlabuh jarak pantai berpasir, singit layang2 tanpa angin
dan peluh getir, janji tak kan berakhir, bila hujan tak isyaratkan tebar
pelangi. Sebab kamu lingkaran api yang bermuara di laut sunyi. -HS
Saat kujamah pucuk ombak, dingin pantai telah tertindih senja miliknya,
sedang hujan yang kupunya sepenuh malam, tak mampu
kelabui arah angin dan keringat matahari yg terlampau sembunyi, makanya
kuhauskan diriku, agar kau tak lagi tanya, "Kemana airmatamu pergi?"-HS
Terasa sejuk berkilau, hiasan pucuk-pucuk pohon pinus, di ranjang rerumputan hijau, terlihat gemulai menggapai seolah sampai menyentuh angkasa, dan cahaya megah matahari yang meredup sejuk di ujung musim yang segera berganti. Sedang eidelweis tidak akan berubah sampai nanti. -HS-
Aku bukanlah kerasnya padas-padas, tapi cukuplah ranting-ranting liat. Yang berlari karena helaan nafas. Tapi, bila kau berkenan aku akan meremas angin dengan sebelah tanganku, agar kau tak tersentuh debu. -HS
Gema itu berlanjutnya bunyi setelah sumbernya berhenti. Ketika hening, semua terdiam dan bunyi lain teredam, aku masih mendengar gema itu: Ibuku.
Rinduku seujung mata, coba kalau bisa lebih, barangkali camar tak berkawan ombak lautan, barangkali irama kitaro tak terdengar konstan.-HS.
... tak ada janji pelangi pada awan putih, buat apa hujan dan terik siang memadu kasih, kalau membuat malam terasa perih, tanpa senja, tanpa fajar menanti pagi yang masih panjang atau cuma sejengkal? -HS.
Langganan:
Postingan (Atom)