Kamis, 31 Maret 2011

Surat Cinta Terakhir - When I really want love.


oleh Harry Suryo pada 21 Juli 2010 jam 10:54




Semarang, 13 November 1984
To : Dear Sheeta,

Entah kenapa, saat kita pertama bertemu, ada getaran tak biasa di hatiku. Kelihatannya sungguh naif, tapi juga tak berlebih.

Aku teringat sore itu, saat berjalan-jalan di pertokoan dekat kompleks rumahku, sebagai penghilang rasa bosan berdiam diri terus di rumah.

Tiba-tiba saja langkahku terhenti di sebuah toko kaset. Serasa ada magnet yg menarikku untuk melihat wajah gadis cantik pemilik toko itu.

Agak ragu2 aku masuk ke toko itu. “Ada yang bisa saya bantu, mas?” sambutmu waktu itu.

“Eeee, ada albumnya Louis Armstrong, mbak?" tanyaku.

"Ada, ada mas, itu di sebelah sana. Monggo pilih sendiri," jawabmu ramah.

Setelah selesai memilih dan membayar, kulihat kamu menghilang ke balik sekat toko warna pink itu. Namun tak berapa lama, kamu menyodorkan bungkusan rapi berisi kaset-kaset yang kupilih tadi.

Kupikir ini hanya ketertarikan sesaat. Tapi nyatanya, pertemuan itu berlanjut, dan berulang-ulang.
Setiap dua hari sekali aku mengunjungi tokomu.
Tidakkah kau merasakan ini suatu kesengajaan dariku?


Memang kita tidak pernah saling bicara lebih, paling hanya dialog rutin seputar kaset-kaset terbaru. Tapi aku merasakan ada getaran juga di dirimu, terutama curian sorot matamu memandangku. Begitu dalam, seakan tanpa hambatan menuju ke pucuk kalbuku.

Aku ingin mengutarakan perasaanku yang sebenarnya, tapi tidak ada keberanian untuk itu, karena namamu saja baru kutahu setelah kunjunganku ke tujuh.

Hingga akhirnya kutinggalkan kartu namaku, lengkap dengan alamat dan nomor tilponku, dan itu kuletakkan di atas meja kasirmu. Harapanku, agar kamu mau menghubungiku.

Tapi perkiraanku meleset, hingga saat ini kamu belum juga menghubungiku. Ya, barangkali memang kamu tidak merasakan sesuatu hal yang sama dengan diriku.

Tapi tidak mengapa, mungkin justru kamu menganggap ini suatu keanehan pada diriku, karena secepat itu aku meyatakan perasaanku, sedang kita belum saling mengenal bukan?

Dear Sheeta, kita tidak akan tahu dan tidak akan pernah tahu, kapan cinta itu datang dan kapan ia pergi, kita pun tidak bisa mengira di mana cinta bisa kita temukan saat kita menginginkannya.

Sheeta, kamulah cinta pertamaku dan aku yakin ini cinta terakhir bagiku.

Sheeta yang baik, jika aku tidak datang lagi ke tokomu, bukan berarti aku menjauhimu, apalagi melupakanmu. Tidak Sheeta. Karena memang aku tidak sanggup lagi berjalan ke luar rumah.

Selama ini aku mencoba untuk tegar menghadapi musibah ini. Empat tahun lebih aku bergantung dengan obat, empat tahun lebih aku bergulat dengan "  si biang kerok" kanker yang telah menggerogoti otakku yang saat ini sudah mencapai stadium IV B.

Sheeta yang baik, saat kutulis surat ini aku memaksakan jemari tanganku menorehkan huruf-huruf ungkapan hati di atas kertas ini, karena aku mulai merasakan betapa dahsyatnya rasa sakit di kepalaku ini. Aku sudah tidak tahan lagi. Aku yakin waktuku tidak lama lagi.

Sheeta yang baik, aku titipkan surat ini pada Pak Kusnin sopirku, untuk disampaikan kepadamu.

Bila kau baca surat ini, artinya aku telah pergi jauh...jauh sekali, dan aku sendiri tidak tahu kemana tujuanku setelah ini.

Oh ya, kaset-kaset itu masih belum pernah kubuka bungkusnya, karena setelah aku beli darimu, langsung aku masukkan dalam almari.

Dear Sheeta, jaga diri baik-baik. Selamat tinggal sayang.


Aku yang selalu mencintaimu.

Ramadhani.

------------


"Mas, padahal di dalam bungkusan-bungkusan kaset itu selalu ada kartu namaku, dan bunyinyapun selalu sama ( -Hai mas, apakah anda memiliki getaran yang sama dengan diriku ini. Maukah jadi pacarku?)" kata gadis itu sambil menangis tersedu.
"Maafkan aku mas, bukannya aku tidak mau menghubungimu. Aku selalu tidak berani menyapamu terlebih dahulu. Aku nervous, mas. Maafkan aku."



Related Post



Tidak ada komentar: