Jumat, 01 April 2011

Dialog : Lantai dan Patung Marmer

oleh Harry Suryo pada 16 Juli 2010 jam 16:09


Setiap orang yang mengunjungi museum itu pasti menginjakkan kakinya di hamparan lantai marmer sambil melihat dengan penuh kekaguman pada "Patung Marmer" di dekat tungku perapian. Kejadian setiap hari itu membuat "Lantai Marmer" menjadi berang kepada "Patung Marmer".

"Ini nggak adil! Masak saya selalu di injak-injak orang setiap hari, bahkan kemarin dikencingi bocah laki2," umpat si Lantai kepada Patung, di dekatnya. "Padahal kita 'kan berasal dari tempat yang sama. Tapi coba lihat, kamu selalu dikagumi orang, sementara saya
dicuekin".

"Kawan," jawab si Patung sambil tetap membisu, "Mengapa ingatanmu demikian pendek. Kita berasal dari batu gunung yang sama, tapi tidakkah kau ingat, apa yang terjadi setelah itu?".

"Tidak !" jawab si Lantai ketus.

"Coba kau ingat kembali. Ketika pemahat memotong kita dari lereng gunung, bukankah kau menolak peralatan pahat yang hendak mengukirmu?"

"Tentu saja aku tidak mau!" teriak si Lantai, Tindakan itu sungguh menyakitkan. Aku nggak perlu dibentuk."

"Ya...itulah. Karena kau melawan ketika akan dipahat, akhirnya si pemahat memilih aku," jelas si Patung.
"Dan aku pun bersedia menanggung segala penderitaan dan rasa perih. Sungguh-sungguh menyakitkan ketika dipahat."

"Ya, aku memang tidak berpikir sejauh itu."

"Kau menyerah di tengah jalan," kata si Patung, "Makanya jangan kau merasa menyesal dan menyalahkan orang-orang yang menginjak-injakmu."

Related Post



Tidak ada komentar: