Tepuk Tangan
Beberapa waktu yang lalu, seorang aktor kondang mengajak istri dan anak tunggalnya berlibur di sebuah kawasan peristirahatan yang terpencil di ujung Papua Tengah. Di sana mereka benar-benar bisa menikmati waktu pribadi sekeluarga dengan bebas. Tak ada dering telepon tengah malam, tidak ada kejaran mikrofon para wartawan, serbuan penggemar yang minta tanda tangan atau mengajak foto bersama.
Suatu malam, mereka memutuskan untuk nonton film. Gedung bioskop satu2nya di kota itu nampak tak terawat dan sepi. Tidak masalah, namanya juga kota kecil. Namun yang mengagetkan adalah sambutan tak terduga dari para penonton ketika mereka memasuki bioskop. Ke-12 orang penonton yang sudah ada dalam gedung tersebut langsung berdiri dan bertepuk tangan menyambut kedatangan mereka.
" Oh...tak kusangka." ujar aktor tersebut kepada istrinya sambil membalas lambaian tangan penonton, " di kota terpencil ini masih ada penggemar yang mengenali kita".
Salah seorang penonton yang duduk di barisan depan tiba2 mendekati sang tokoh dan menjabat tangannya. "Saya tidak kenal siapa diri Anda, yang jelas saya amat gembira Anda dan keluarga muncul," katanya. " Bioskop ini hanya buka sekali dalam sebulan. Manajer mengatakan kalau jumlah penonton kurang dari 15 orang, ia tidak akan memutar filmnya. Padahal sudah berminggu-minggu saya kepingin menyaksikan film ini. Oke, terima kasih atas kehadiran Anda malam ini".
Nenek dan Sapu Ijuk
Suatu hari setelah saya selesai makan dari sebuah warung soto ayam di dekat pasar Dargo, saya melihat seorang nenek renta yang berpakaian lusuh layaknya seorang pengemis. Dia duduk bersimpuh dengan merangkul tiga ikat sapu ijuk.
Merasa iba, saya menyodorkan selembar kertas ribuan rupiah. Tapi si nenek itu dengan rona wajah kecewa menggelengkan kepala. Saya mencoba memberikan uang tersebut ke genggamannya, sekali lagi dia menolaknya. Saya jadi bengong sendiri, kenapa si nenek ini, apakah pemberianku kurang.
Dari dalam warung keluar si pemilik, dia menghampiriku sambil berbisik, " Mas, nenek ini bukan pengemis, tapi dia penjual sapu."
Saya mendekati nenek itu, " berapa harga sapu ijuk ini, nek?" tanya saya. " Setunggalipun sewu gangsalatus, nak" jawab si nenek.
" Saya beli semuanya, nek", sambil menyodorkan uang lima ribuan rupiah.
Terdengar lirih suara gumamannya, " Ya Allah Gusti, sepeser pun saya nggak punya kembaliannya."
" Sudah nek, kembaliannya buat nenek saja," sahutku.
" Tidak, nak. Terima kasih. Saya tukarkan dulu ya", sambil tertatih dia pergi melangkah ke sebuah warung rokok untuk menukarkan uang pemberianku itu.
Tidak berapa lama, dia kembali sambil memberikan uang lima ratus rupiah sebagai kembaliannya.
" Monggo nak, uang kembaliannya."
" Ini sapu buatan saya sendiri, semoga awet untuk dipakai, nak."
Akhir cerita, silakan Anda menyimpulkan sendiri.
___________________
Memesan Hujan

Orang yang pintar dengan wawasan luas, sering menjadi tempat bertanya bagi mereka yang berada di sekitarnya, begitupun mereka yang tahu tentang banyak hal. Sebaliknya, mereka yang sok pintar atau sok tahu, acap kali malah menjengkelkan lingkungannya.
Seorang pemilik sebuah minimarket yang sedang berdiri di dekat kasir mendengar salah seorang penjaga toko terlibat pembicaraan dengan seorang pembeli. " Memang, Bu, sudah beberapa minggu ini tidak ada. Tampaknya masih lama datangnya, mungkin memang belum musimnya."
Karena jengkel dengan apa yang baru saja didengarnya, si pemilik toko lari mengejar pembeli tadi yang sedang berjalan ke luar toko. Dengan penuh sopan santun ia berkata, " Maaf, Bu, yang baru saja dikatakan pegawai saya itu tidak benar. Tentu kita akan segera mendapatkan apa yang Ibu inginkan. Kami sudah memesannya beberapa minggu yang lalu..."
Setelah masuk kembali, ia segera menarik lengan penjaga toko dan menghardiknya, Jangan sekali-kali mengatakan kepada para pelanggan bahwa kita tidak mempunyai sesuatu. Kalau kebetulan barang yang diinginkan pembeli tidak ada, katakan saja bahwa kita sudah memesannya dan pesanan itu pasti akan segera datang. Tahu kamu!!!" Aneh yang dimarahi hanya melongo.
" Heh! Kamu mengerti atau tidak?"
Si penjaga tetap saja bengong.
" Omong-omong, apa yang dibicarakan pembeli tadi?"
" Soal hujan," jawab si pegawai toko itu.
___________________

Minggu siang di sebuah mal, seorang bocah lelaki berumur tidak lebih dari delapan tahun berjalan menuju ke sebuah gerai tempat penjual es krim. Karena pendek, ia terpaksa memanjat untuk bisa "melihat" si pramusaji. Penampilannya yang lusuh sangat kontras dengan suasana ingar-bingar mal yang serba wangi dan indah.
" Mbak, sundae cream harganya berapa?" tanya si bocah.
" Lima ribu rupiah," yang ditanya menjawab.
Bocah itu kemudian merogoh recehan duit dari kantungnya. Ia menghitung recehan di telapak tangan dengan teliti. Sementara si pramusaji menunggu dengan raut muka tidak sabar. Malklum, banyak pembeli yang lebih " berduit" ngantre di belakang pembeli ingusan ini.
" Kalau Plain Cream berapa?"
Dengan suara ketus setengah melecehkan, si pramusaji menjawab, "Tiga ribu lima ratus."
Lagi-lagi si bocah menghitung recehannya. " Kalau begitu saya mau sepiring plain cream saja, Mbak," kata si bocah sambil memberikan uang sejumlah harga yang diminta. Si pramusaji pun segera mengangsurkan sepiring plain cream.
Beberapa waktu kemudian, si pramusaji membersihkan meja dan piring kotor yang sudah ditinggalkan para pembeli. Ketika mengangkat piring es krim bekas dipakai bocah tadi, ia terperanjat. Di meja itu terlihat dua keping uang logam lima ratusan serta lima keping recehan seratusan yang tersusun rapi. Ada rasa penyesalan tersumbat di kerongkongan. Si pramusaji tersadar, sebenarnya bocah tadi bisa membeli sundae cream. Namun, ia mengorbankan keinginan pribadi dengan maksud agar bisa memberikan tip bagi si pramusaji.
Pesan moral : setiap manusia di dunia adalah penting. Di mana pun kita wajib memperlakukan orang lain dengan sopan, bermartabat dan penuh hormat.
_______________
Imaji Luar Jendela
Dua orang pasien dirawat dalam sebuah kamar rumah sakit. Di kamar itu hanya ada satu jendela. Aji yang menderita penyakit paru-paru kronis menempati ranjang dekat jendela. Setiap siang ia boleh duduk satu jam untuk mengeringkan cairan dari paru-parunya. Sementara Sobri penghuni ranjang lain, harus berbaring sepanjang waktu akibat penyakit saraf punggung. Setiap hari mereka saling menghibur dengan bertukar cerita serta pengalaman hidupnya masing-masing.
Setiap kali Aji duduk menghadap jendela, ia selalu menceritakan apa saja yang dilihatnya di luar sana kepada rekan sekamarnya. Bahwa jendela itu menghadap taman di tepi danau.Air danau yang jernih itu sesekali berpendar-pendar indah lantaran gerakan kaki-kaki kawanan angsa yang berenang hilir mudik. Sambil memejamkan matanya Sobri membayangkan betapa indahnya pemandangan itu. Setiap hari cerita selalu berganti-ganti, sehingga Sobri sangat terhibur. Meski hanya satu jam, semua itu mampu memperkaya batinnya. Tiba-tiba pikiran jahat melintas di benak Sobri. Mengapa temannya saja uang boleh melihat indahnya dunia, sementara dirinya tergolek tak berdaya. Ini tidak adil!
Sejak saat itu hari demi hari pikiran Sobri dihantui rasa iri. Ia bertekad suatu saat harus berada di dekat jendela. Malam itu Aji batuk-batuk. Cairan bercampur darah keluar dari mulut dan hidungnya. Nafasnya terengah menahan rasa sakit. Di keremangan malam, Sobri melirik betapa sang teman sedang bertarung melawan maut. Toh, si Sobri tak tergerak sedikit pun meraih tombol bel untuk memanggil perawat. Padahal, ia sangat bisa melakukannya. Tidak sampai lima menit, bunyi batuk-batuk hilang. Suasana kamar yang gelap itu senyap.
Pagi harinya, perawat terkejut mendapati Aji sudah tak bernyawa. Sobri kemudian minta ranjangnya dipindahkan ke dekat jendela. Siang itu, sambil menahan separuh badannya dengan siku tangan, Sobri berusaha mendongakkan kepala menengok ke jendela. Keinginannya tercapai, melihat dunia luar yang selama ini hanya dibayangkan. Apa yang tampak? Ternyata hanya sebidang tembok lusuh. Penasaran ia bertanya kepada Perawat, mengapa Aji bisa mereka-reka aneka macam cerita dari jendela ini. "Bapak tahu enggak? Sesungguhnya, Pak Aji itu buta. Barangkali ia sengaja melakukan itu untuk menghibur Anda."